Last Updated on 10 months by Mas Herdi
“A man might spend a lifetime reading spiritual books and studying the writings of the great mystics. He might feel that he had penetrated the secrets of the heavens and the earth, but unless this knowledge was incorporated into his very nature and transformed him, it was sterile. I began to suspect that a simple man of faith, praying to God with little understanding but with a full heart, might be worth more than the most learned student of the spiritual sciences.” ~ Charles Le Gai Eaton, Islam and the Destiny of Man
Kebanyakan orang mendefinisikan Spiritual Journey atau Perjalanan Spiritual sebagai saat ketika kita bepergian ke suatu tempat dan terpesona dengan keindahan alamnya yang sangat indah, sesuatu yang jarang dilihat oleh orang kota. Namun apakah definisi perjalanan spiritual sesempit itu? Ataukah tidak jarang setelah bepergian ke tempat-tempat wonderful itu untuk healing, kita lantas kembali pulang ke kota dengan perasaan hampa yang sama saja?
Manusia Budak Kebaikan
Demikian yang dikatakan oleh Imam Ali, bahwa secara fitrahnya manusia cenderung untuk berbuat dalam spektrum kebaikan, sehingga saat kita berbuat yang tidak baik atau merusak, normalnya akan ada rasa cemas, gelisah, takut dan sejenisnya.
Hal ini tidak hanya dialami oleh manusia namun juga oleh makhluk lain, seperti binatang, nalurinya adalah nurturing, protecting, seorang ibu akan melindungi dan memberi makan untuk anak-anaknya.
Namun ini bisa juga menjadi boomerang, contohnya ketika orang tua yang terlalu mengekang anaknya, tidak ada TV/hiburan, tidak boleh main. Sehingga anak ini pertama tahu TV dari temannya, pertama diajak main dan belajar motor dari temannya. Padahal si teman ini seorang yang jarang beribadah, nakal dan sebagainya. Alhasil anak ini lebih terdikte oleh temannya dibanding orang tuanya, sehingga ketika si anak merasa berhutang jasa pada temannya, maka anak ini jadi mengikuti kebiasaan temannya yang jarang beribadah dan sebaliknya melihat orang tuanya sebagai seseorang yang tidak simpatik. Maka hendaknya kita meminta supaya tidak dikuasai oleh orang yang tidak takut Tuhan, walaupun orang itu baik kepada kita.
Spiritual Priorities
Mark Manson dalam bukunya Everything Is F*cked, menceritakan Spiritual Journey sebagai suatu proses yang mengubah tidak hanya cara pandang, namun prioritas dan hidup orang secara keseluruhan.
Dia memberi contoh temannya, seorang yang hobi dugem, mabuk, minum-minum. Kesehariannya party sampai pagi dan langsung berangkat ke kantor keesokan harinya. Sehingga secara value hierarki, dugem/party menempati posisi tertinggi.
Sampai suatu saat si teman ini menjadi relawan ke suatu negara miskin, dimana mereka membantu anak-anak yang kesusahan dan hidup dalam kemiskinan. Pengalaman ini begitu powerful bagi si teman ini, sehingga setelah mengikuti program itu hierarki value-nya berubah. Membantu mereka yang membutuhkan, menjadi prioritas nomor satu. Dan secara ajaib, party, dugem, dan mabuk terasa tidak menyenangkan lagi. Teman2nya pun mulai mengatakan dia cupu, mengolok-olok dan menjauhinya. Namun menariknya ketika “spirituality shift” terjadi di dalam diri kita, kita tidak kehilangan apapun. Value lama digantikan oleh value baru. Teman2 lama digantikan oleh teman2 baru.
The Distinguisher
Al-Farouq adalah suatu gelar yang berarti bisa membedakan yang baik yang buruk. Di dunia ini sering kali keduanya sangat diluted, bercampur-aduk, sehingga tidak jarang seseorang merasa lost, kehilangan arah, dan bingung membedakan antara mana baik dan buruk. Hal ini adalah hal yang wajar di dunia, karena itu Imam Ali berkata, “People are asleep. When they die, they wake up”.
Yang bisa diartikan bahwa manusia baru akan sadar mana yang baik dan mana yang buruk, setelah meninggal, masuk ke alam hakikat, dan saat hisab (hari perhitungan). Orang non-religious biasanya membantah, lantas bagaimana kalau akhirat tidak ada? Surga dan neraka tidak ada? Jawabannya simpel saja, kalau memang surga dan neraka tidak ada, saya juga akan selamat. Tapi kalau ternyata surga dan neraka benar2 ada, maka kamu (si non-religious) belum tentu selamat.
Spiritualitas adalah sesuatu yang menentukan value/nilai2 apa yang kita hargai, yang nantinya nilai-nilai itu akan menentukan prioritas-prioritas dalam hidup kita. Dan spiritual journey adalah suatu pengalaman yang sangat powerful, yang bisa mengubah nilai-nilai dan prioritas kita, sehingga spiritualitas yang tepat pada akhirnya akan melatih kita menjadi Distinguisher, yang bisa membedakan yang baik dan yang buruk.